OPINI : SUKA-SUKA UIN!

Salah satu poster tuntutan yang ramai di media sosial twitter dan sempat menempati posisi 1 dengan taggar #kalijagamenggugat
SUKA-SUKA UIN
Pendidikan merupakan aspek utama dalam pembangungan sumber daya manusia sebuah bangsa, karena sejatinya pendidikan merupakan instrumen yang mampu digunakan untuk membebaskan manusia dari belenggu keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Untuk menjamin hal itu, negara memiliki payung hukum yang dengan jelas menjamin proses pendidikan dan harus dilakasanakan karena aturan yang dibuat oleh negara bersifat mengikat. Dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 terdapat cita-cita bangsa yang sangat mulia yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini mengindikasikan bahwa aspek pendidikan mendapatkan point penting dalam kewajiban konstitusional yang harus dijalankan oleh negara. UUD 1945 pasal 31 ayat 1 telah menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Peran negara sebagai amanah menyukseskan undang-undang tersebut beriringan dengan berbagai kebijkan yang akan dikeluarkan sebagai tolak ukur aturan baku yang harus dipatuhi.
Setiap universitas memiliki kebijakannya masing-masing, tentu hal ini dikaitkan dengan kebutuhan setiap instansi yang berbeda-beda. Beban dana yang diperlukan guna menjamin mutu universitas terdiri dari beberapa pembagian, menurut undang-undang nomer 12 tahun 2012, dana pendidikan tinggi terbagi dari lima sektor yaitu : APBN, APBD, Masyarakat, perguruan tinggi dan mahasiswa. Untuk menjamin tersedianya penganggaran bagi mahasiswa yang memiliki tingkat perekonomian yang berbeda-beda, pemerintah melalui permendikbud no 55 tahun 2013 sistem pembayaran perkuliahan yang disebut dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan maksud untuk meringankan beban mahasiswa terhadap pembiayaan pendidikan. Dalam pasal 5 disebutkan bahwa perguruan tinggi negeri tidak boleh memungut uang pangkal atau pungutan lain selain uang kuliah tunggal dari mahasiswa baru program sarjana (S1) dan program diploma mulai tahun akademik 2013/2014. Sejalan dengan hal itu, kementrian agama juga mengeluarkan regulasi UKT khusus untuk PTKIN karena antara PTKI dan PTKIN memiliki payung hukum yang berbeda. Di dalam keputusan menteri agama (KMA) tentang uang kuliah tunggal setiap tahunnya mengalami kenaikan dan perubahan. Pada tahun 2019 keluarlah KMA nomer 1195 tahun 2019, sebenarnya tidak ada yang aneh dari peraturan ini, namun jika melihat bagian keputusan point keenam menjelaskan “perguruan tinggi keagamaan negeri dapat memungut dana pengembangan institusi dari mahasiswa baru yang diterima melalui jalur mandiri”, nampaknya pergantian menteri agama memiliki peraturan persepsi yang berbeda padahal KMA UKT sebelumnya masih melarang adanya pungutan selain UKT.
Berubahnya narasi peraturan KMA berdampak kepada keputusan rektor UIN sunan kalijaga, pada tanggal 2 juni 2020 keluar sebuah surat keputusan nomer 103.1 tahun 2020 tentang penetapan dana pengembangan institusi bagi mahasiswa baru jenjang sarjana tahun akademik 2020/2021. Dalam surat keputusan itu menjelaskan bahwa mahasiswa baru yang masuk melalui jalur mandiri akan dikenakan tambahan biaya dana pengembangan institusi (DPI) sebesar Rp1.500.000 sama halnya dengan uang pangkal, DPI hanya dibayarkan satu kali selama menjadi mahasiswa. Peraturan ini tentu menciderai amanah peraturan negara untuk memberikan pelayanan pendidikan perguruan tinggi yang murah. Keputusan tersebut menyulut penolakan dari lapisan mahasiswa dengan melancarkan penolakan melalui taggar #kalijagamenggugat yang sempat menjadi trending 1 twitter. Ada rasa kecewa yang muncul lantaran UIN sunan kalijaga dulunya dikenal dengan sebutan kampus rakyat, julukan yang diberikan diambil dari asumsi bahwa biaya kuliah di uin jogja lebih murah dari universitas yang lain dan yang lebih penting adalah tidak adanya uang pangkal, uang gedung, atau pungutan lainnya.
Pandemic covid 19 di indonesia belum sepenuhnya berhenti, merosotnya perekonomian masyarakat tentu berdampak pada kondisi orang tua atau wali yang mendapatkan kewajiban untuk membayar UKT semester depan. Bulan kemarin sempat ada isu pemotongan UKT yang diinisiasi oleh kemenag, namun nyatanya hal itu hanya bualan saja tidak ada realisasinya. Proses pembelajaran lewat daring seharusnya menjadi acuan bahwa mahasiswa pada saat ini tidak menggunakan fasilitas apapun justru sebaliknya kampus harus memberikan fasilitas yang memadai agar mahasiswa tetap bisa mendapatkan ilmu walau melakukan perkuliahan online seperti memberikan subsidi kuota atau pulsa. Dan lagi pihak kampus tidak memberikan sumbangsih apapun untuk mempermudah perkuliahan.
“uang kuliah yang ditanggung oleh mahasiswa diusahakan semakin lama semakin kecil dengan memperhatikan masyarakat yang tidak mampu (afirmasi), subsidi silang dan pengendalian biaya yang tepat” begitulah prinsip dasar penetapan bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN), biaya kuliah tunggal (BKT), dan uang kuliah tunggal (UKT). Prinsip ini telah hilang dengan naiknya nominal UKT setiap tahunnya dan adanya pungutan DPI. Jika rektorat konsisten menggunakan acuan KMA sebagai legalitas pungutan DPI seharunya rektorat berani mengambil kebijakan seutuhnya. Di dalam peraturan KMA no 151 tahun 2019 pada point keempat menjelaskan bahwa “UKT kelompok 1 sebagaimana dimaksud dalam lampiran 1, lampiran 2, lampiran 3, lampiran 4, dan lampiran 5 diterapkan kepada paling sedikit 5 persen dari mahasiswa yang diterima” pada praktiknya rektorat tidak melaksanakan hal itu. LPM ARENA pernah mengangkatnya dalam tulisan yang menjelaskan bahwa UIN sunan kalijaga hanya menaikkan alokasi UKT 1 menjadi 3% dari 2%. Ketidak konsistennan ini menjadi point penting bahwa nyatanya rektorat tidak sepenuhnya patuh pada KMA yang berlaku, jika memang peraturan itu menjadi dasar hukum untuk legalitas maka sudah sepatutnya memenuhi hak mahasiswa untuk mendapatkan UKT 1 sebanyak 5% dari total mahasiswa yang diterima.
Menurut penulis, kekisruhan ini bermula dari tidak adanya transparasni dana UKT yang sudah dibayarkan mahasiswa. Setiap tahun ajaran baru, UKT yang harus dibayarkan oleh mahasiswa baru mengalami kenaikan, kenaikan hanya berlaku pada UKT golongan 2 keatas. Jika alasan adanya DPI adalah untuk pengembangan sarana prasarana seharusnya dana tersebut bisa melalui dana masuk yang melalui penyewaan gedung multi purpose atau gedung lain yang disewakan. Selama ini kita tidak mengetahui dana penyewaan itu habis untuk apa saja padahal setiap sabtu/minggu pasti ada masyarakat yang menyewa gedung tersebut. disamping itu, jika universitas terbuka dengan dana UKT, maka dana tersebut bisa sepenuhnya dialokasikan pada sektor yang sangat membutuhkan. Toh persentase tertinggi tetap dipegang oleh golongan UKT 2 keatas, dan rata-rata UKT 2 sudah mendekati angka Rp2.500.000.
Tidak adanya transparansi terkait UKT dari pihak kampus menyebabkan timbulnya pertanyan-pertanyaan di kepala mahasiswa. Mereka dipaksa memenuhi kewajiban terus menerus sementara hak yang didapat tidak sesuai dengan kewajiban yang dikeluarkan, salah satu bentuk nyata yaitu terkait pembayaran UKT tanpa pengurangan sedangkan fasilitas kampus tidak didapatkan.
Kecerdasan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah cita-cita yang ditanamkan pendiri bangsa dalam sebuah bentuk pancasila. Namun kini istilah bagi seluruh rakyat Indonesia secara tidak langsung menambahkan redaksi "bagi yang kaya", karena pendidikan umumnya dan kebijakan kampus UIN Sunan Kalijaga khususnya telah secara gamblang menampilkan kebijakan yang mempersulit bagi keluarga mahasiswa dan calon mahasiswa menengah kebawah untuk menyanggupi guna mengemban pendidikan yang lebih tinggi di perguruan tinggi yang mengaku sebagai kampus rakya.
Lagi-lagi, bukan kabar bahagia yang didengar mahasiswa. Bukan keringanan yang diterima mahasiswa. Melainkan kabar duka dengan tidak adanya pengurangan UKT dan ditambah lagi adanya Dana Pengembangan Institusi bagi calon mahasiswa baru jalur mandiri. Bahkan ketika diklarifikasi dengan pihak yang terkait, seolah lempar-lemparan adalah permainan yang biasa dilakukan. Tulisan ini dibuat dengan bahasa yang dapat dipahami oleh semua kalangan dari mahasiswa dan orang tua yang membacanya, agar supaya semua paham bahwa tak pantas pendidikan dikomoditaskan! Saat pendidikan di komoditaskan, orang-orang dengan kelebihan finansiallah yang dapat merasakan kecerdasan. Maka, dengan segala hormat kami meminta kepada pihak berwenang untuk mempertimbangkan pandemi covid-19 sebagai satu-satunya alasan dan kebijakan untuk meringankan beban perekonomian keluarga mahasiswa, dengan menurunkan pembayaran UKT mahasiswa sebagai kompensasi dari fasilitas kampus yang tidak didapatkan saat pandemic ini
Pustaka :
https://lpmarena.com/2020/04/20/ukt-i-uin-sunan-kalijaga-tak-kunjung-penuhi-batas-minimal-5/
https://beritabaru.co/plt-rektor-uin-suka-tanggapi-gerakan-kalijagamenggugat/
Sumarno, Gimin, dan Syakdanur Nas “dampak biaya kuliah tunggal terhadap kualitas layanan pendidikan”, 2017 diterbitkan oleh jurnal manajemen pendidikan
Yenni dyah retnoningsih, aufarul marom “analisis kebijakan penyelenggaraan pendidikan berbasis uang kuliah tunggal bagi perguruan tinggi studi fk sosial dan ilmu politik Universitas diponegoro” diterbitkan oleh departement administrasi publik fak ilmu sosial dan politik Universitas diponegoro
“standar satuan operasional peruguruan tinggi negeri”, 2014, ditebitkan oleh Direktorat jenderal pendidikan tinggi kementirian pendidikan dan kebudayaan
Keputusan menteri agama republik indonesia nomer 151 tahun 2019
Keputusan menteri agama republik indonesia nomer 1195 tahun 2019
Peremndikbud nomer 55 tahun 2013 tentang biaya kuliah tunggal dan uang kuliah tunggal di lingkungan kementrian pendidikan dan kebudayaan
Keputusan rektor UIN sunan kalijaga yogyakarta nomer 103.1 tahun 2020 tentang penetapan dana pengembangan institusi bagi mahasiswa baru jenjang sarjana (S1) yang diteria melalui jalur mandiri.