OPINI: SARJANA PERBANKAN SYARIAH MAU KEMANA?

SARJANA PERBANKAN SYARIAH MAU KEMANA?
Oleh Solekhan, Demisioner Ketua Dema Febi 2019
Bisnis perbankan tidak pernah berakhir, mungkin kata yang lebih tepat adalah belum. Begaiamana tidak, dalam kurun waktu 15 tahun terakhir perkembanan bisnis lembaga keuangan, khususnya dalam koridor keuangan syariah kian marak dan menjamur. Semakin banyaknya bank umum syariah dan unit usaha syariah menjadi bukti makin eksisnya lembaga ini. Secara teoritis, semakin banyaknya lembaga keuangan yang membuka cabang atau unit baru maka akan dibutuhkan sumber daya manusia untuk mengisi lowongan kerja yang tersedia. Syarat utama untuk masuk dalam lingkup lembaga keuangan syariah adalah pengembangan keahlian dan kompetensi di bidang jasa perbankan maupun pada lembaga lain. Prospek dan sebaran profesi SDM lulusan keilmuan ekonomi syariah baik itu perbankan syariah, akuntansi syariah atau manajemen keuangan syariah cukup luas seperti lembaga perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, wirausaha, lembaga pemerintahan, bisnis syariah, LAZ/BAZ, lembaga pendidikan dan konsultan.
Di tengah berkembangnya industri keuangan syariah yang semakin pesat ada tantangan yang harus segera diselesaikan. Diantara tantangan yang ada adalah pemenuhan terhadap sumber daya manusia (SDM). SDM yang dibutuhkan oleh lembaga keuangan syariah bukan hanya memiliki kompetensi dalam bidang teknologi ataupun keilmuan ekonomi umum, namun harus memiliki pemahaman terkait dengan aspek-aspek syariah. Kompetensi ini juga harus diimbangi dengan komitment untuk membangun sistem ekonomi islam karena pelaku ekonomi islam pertama adalah dimulai dari SDM yang ada di lembaga tersebut.
Melihat peluang dan kebutuhan dalam dunia kerja, universitas sebagai ladang studi keilmuan sudah mengambil peran untuk membuka prodi baru yang bertujuan untuk mencetak lulusan yang berkompeten di bidangnya. Model kurikulum tentu disesuaikan dengan kebutuhan pasar, pelatihan praktikum hingga sertifikasi menjadi modal utama mengembangkan potensi mahasiswa. Human intelectual capital adalah modal utama membangun populasi ekonomi syariah di dalam jalur kelembagaan dan dalam kasus ini mahasiswa menjadi aset untuk memenuhi kriteria tersebut. perkembangan inovasi di industri keuangan umum maupun syariah membutuhkan SDM yang memiliki keahlian (skill) dan kepakaran (expertise). Pemenuhan kebutuhan bukan hanya dalam tataran operasional namun diperlukan juga untuk mendukung research dan development, hal ini bertujuan untuk memperkuat inovasi dari model kelembagaan itu sendiri sehingga mampu bersaing dengan lembaga keuangan konvensional.
Perguruan tinggi bersama dengan industri keuangan syariah sebaiknya melakukan link and match untuk mengidentifikasi jenis keahlian apa yang saat ini dibutuhkan oleh pasar. Hal ini mengindikasikan akan adanya pola perubahan dalam kurikulum yang disesuaikan pada perkembangan. Perubahan-perubahan yang cepat dari industri keuangan syariah merupakan dampak dari integral sistem ekonomi islam, pembaharuan ini mengharuskan tenaga pendidik menyiapkan formula baru untuk menjawab tantangan ini. Lulusan yang memiliki kualitas dan lolos kualifikasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan industri keuangan syariah akan lebih mudah diterima oleh pasar pekerja.
Kondisi lulusan perbankan syariah saat ini
Salah satu penunjang meningkatnya kinerja bank syariah adalah didasari oleh sumberdaya manusianya yang mumpuni. Sebelum adanya prodi perbankan syariah di indonesia, SDM perbankan syariah tidak semuanya memiliki latar belakang ekonomi syariah. Ketidaktersediaan sarjana profesional di bidang perbankan syariah menyebabkan kebutuhan tenaga profesional yang terus berkembang dipenuhi dengan cara mengkonversi dari tenaga konvensional yang mendapatkan pelatihan selama kurun waktu tertentu tentang industri ekonomi syariah. Lulusan SLTA ataupun perguruan tinggi yang telah mendapatkan pelatihan khusus terkait industri ekonomi syariah namun memiliki skill yang mumpuni dalam bidang pemasaran, akuntasi ataupun manajemen akan lebih mudah mengisi jobs yang kosong daripada sarjana perbankan syariah yang hanya mengandalkan sertifikat hasil studinya. Dengan demikian praktisi perbankan syariah tidak hanya terfokus pada pengejaran target yang ditetapkan untuk kepentingan shareholders, tetapi juga pada komitment untuk menerapkan nilai-nilai syariah.
Perguruan tinggi sebagai pemasok tenaga profesional industri keuangan syariah dalam hal ini perbankan syariah melakukan upaya untuk memaksimalkan lulusannya mampu bersaing di dalam pusaran pasar pekerja. Hal pertama yang dilakukan oleh perguruan tinggi adalah dengan menyesuaikan kurikulum sesuai dengan perkembangan yang ada. Kurikulum perbankan syariah dibagi dalam tiga tataran keilmuan meliputi mata kuliah universitas, matakuliah kefakultasan dan matakuliah jurusan. Pembagian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman intelektual dalam bidang ekonomi syariah, ekonomi umum dan keilmuan lain yang menjadi pelengkap prosedur lulusan seperti kewarganegaraan, filsafat dan lain-lain. Selain pemenuhan keilmuan secara teoritis, universitas juga memberikan pelatihan softskill berupa praktikum-praktikum yang sekiranya dibutuhkan seperti sertifikasi, praktikum pasar modal, praktikum perbankan syariah dan lain-lain. Fungsi dari praktikum ini adalah sebagai pelatihan softskill mahasiswa dalam menerapkan teori yang telah didapatkan, harapannya teori tersebut dapat diperkuat dengan ragam praktek yang telah dilalui.
Mahasiswa yang telah mendapatkan teori di dalam ruangan/kelas dan telah lulus praktikum akan mendapatkan tugas tambahan yang bernama magang atau PKL. Praktik kerja lapangan bertujuan untuk menerjunkan mahasiswa kedalam ranah dunia kerja yang asli, mahasiswa mampu melihat secara langsung seperti apa teori dan praktik dalam kehidupan nyata. Pada saat PKL ini lah rasionalitas tentang seluk beluk perbankan syariah mulai terbentuk, mahasiswa yang mendapatkan teori tentang perbankan syariah harus memutar otak kembali untuk mampu mengalisis praktik dilapangan, tak jarang jika ada beberapa praktik lapangan berbeda dengan teori yang didapatkan.
Penulis pernah melakukan penelitian di suatu bank syariah yang ada di daerah yogyakarta, selama sepuluh hari kerja, ada banyak sekali hal yang didapatkan. Kerancuan dalam sistem PKL salah satunya, universitas atau jurusan memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada mahasiswa untuk memilih dimana mereka akan melakukan PKL asalkan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan seperti wajib mencari tempat PKL di bank syariah. Kebebasan ini tentu mempunyai dampak positif yaitu mahasiswa bisa mencari tempat PKL yang ada di daerah asalnya atau mencari tempat PKL yang dekat dengan daerahnya, namun kekurangnya adalah pihak bank tidak mempunyai SOP khusus untuk mahasiswa magang/PKL. Tugas dan kewajiban yang diberikan pun berbeda-beda antar bank, jika bank yang ditempati merespon baik maka mahasiswa akan diberdayakan sebagaimana mestinya. Manfaat yang didapat tentu mahasiswa mempunyai ladang praktik yang real berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki. Berbanding terbalik jika bank hanya menerima peserta magang hanya sebatas prosedural maka tugas dan tanggung jawab yang diberikan tidak sebanyak atau bahkan tidak sesuai dengan studi keilmuan yang ada. Efeknya adalah mahasiswa tidak mendapatkan apa-apa ketika PKL berlangsung selain jam kosong. Padahal penjurusan secara eksplisit telah dilakuakan dalam tataran prodi seperti fokus mahasiswa yang diberikan kesempatan untuk memilih management SDM atau marketing perbankan syariah. Fokus ini sebagai kunci akhir untuk mendapatkan teori matakuliah pilihan dan rancangan teori tersebut tidak mampu diaplikasikan ketika PKL.
Kerancuan selanjutnya terletak pada proses penilaian PKL. Seperti halnya proses magang/PKL mahasiswa harus menyelesaikan laporan PKLnya dan melakukan ujian di depan Dosen penguji. Salah satu syarat untuk dapat melakukan ujian PKL adalah mahasiswa harus mendapatkan surat dari pihak bank yang berisi beberapa nilai selama mahasiswa tersebut melakukan PKL. Ini hal yang wajar, melihat proses penilaian tersebut menjadi produk evaluasi prodi untuk menilai sejauh mana perkembangan mahasiswa dalam melaksanakan PKL. Namun, proses penilaian ini mengalami degradasi ketika mahasiswa mendapatkan bank yang cenderung tidak memiliki SOP yang baku bagi mahasiswa PKL/magang. Sering terjadi ketika mahasiswa perbankan syariah yang mengambil konsentrasi SDM ketika magang justru harus bertolak belakang menjadi marketing, memasarkan produk bank tersebut seperti pembukaan tabungan dengan beberapa target dan hasilnya akan memperngaruhi nilai akhir PKL.
Dalam titik ini seharusnya mahasiswa dapat diberi kesempatan untuk kembali menilai pihak bank terkait dengan keseriusannya dalam menerima mahasiswa magang/PKL. Keterbatasan fakultas dalam mencari kerjasama dengan pihak bank menjadi salah satu alasan fakultas membebaskan mahasiswanya mencari sendiri tempat PKLnya, namun fakultas tidak lantas lepas tangan ketika mahasiswa mendapatkan kesulitan dalam menghadapi tugas dan kewajiban yang ada di lapangan. Proses evaluasi harus terjadi dalam dua arah, pihak bank berhak untuk menilai mahasiswa selama masa PKL, dan mahasiswa berhak untuk menilai bank dari sebagaimana seriusnya bank menerima mahasiswa magang/PKL. Nilai evaluasi dua arah inilah yang nantinya akan menjadi point penting bagi fakultas/prodi untuk menentukan kebijakan baru terkait dengan PKL sesuai dengan konsentrasi yang dipilih oleh mahasiswa. Harapannya, ketika mahasiswa menjalankan program PKL mereka mampu mempraktekan beberapa ilmu maupun softskillnya dalam dunia nyata. Dampak yang didapatkan ketika mahasiswa melaksanakan progam PKL yang benar adalah mahasiswa mampu memilah konsentrasi keilmuannya sesuai dengan praktik yang didapatkan sebagai bekal mereka sebelum terjun ke dunia perbankan syariah secara real.
Prodi perbankan syariah merupakan prodi baru yang muncul akibat desakan dari berbagaimacam lini sebagai bentuk pemenuhan SDM di perbankan syariah. Tidak hanya prodi perbankan syariah, hal serupa juga terjadi pada progam studi yang seperti ekonomi islam, akuntansi syariah maupun managemen keuangan syariah. Di UIN sunan kalijaga sendiri, program-program tersebut baru mulai muncul sekitar tahun 2012 dengan adanya fakultas baru bernama fakultas ekonomi dan bisnis islam, dengan terlebih dahulu menanamkan bakal calon prodinya bernama KUI di fakultas syariah. Lantas, apa yang menjadi hambatan lulusan prodi perbankan syariah dalam menlanjutkan jenjang karir di perbankan syariah atau unit usaha syariah yang lain? Ada tiga hal mendasar mengapa mahasiswa lulusan perbankan syariah enggan untuk melanjutkan jenjang karir di perbankan syariah, alasan ini penulis ambil dari pengetahuan penulis ketika kuliah di studi perbankan syariah. Ketiga hal itu adalah
- Motivasi yang salah. Pada awal penentuan masuk kuliah, lulusan SMA/MA/SMK akan memilih beberapa program studi yang sesuai dengan minat bakanya. Ada beberapa cara untuk mendaftar di perguruan tinggi, melalui SBMPTN/SNMPTN maupun melalui jalur mandiri. Biasanya, penyelenggara seleksi memberikan kebebasan kepada pendaftar untuk memilih dua atau tiga prodi. Pemilihan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pemilih jika tidak lolos di prodi pilihan pertama maka masih ada kesempatan di pilihan kedua begitu seterusnya. Ada beberapa orang yang menempatkan prodi perbankan syariah sebagai pilihan prodi pertama dan ada juga diurutan kedua. Ketika pengumuman dan dinyatakan lulus di prodi perbankan syariah dan pada saat itu menempatkan prodi perbankan syariah diurutan pertama maka mahasiswa akan lebih percaya diri dalam melanjutkan studinya karena hasilnya sesuai dengan apa yang dulu diharapkan. Berbanding terbalik ketika mahasiswa lolos masuk prodi perbankan syariah karena tidak lolos pada pilihan prodi pertama. Ada dua kemungkinan yang akan dilakukan, pertama tetap menjalani perkuliahan di prodi tersebut kemudian berusaha untuk menyesuaikan diri dan yang kedua tetap menjalani perkuliahan sebagaimana mestinya dan mencoba untuk ‘keluar’ atau tetap bertahan dan lebih memilih merasa ‘salah jurusan’. Kedua perbedaan motivasi kuliah ini menjadi point penting ketika mahasiswa merancang target karir ketika telah lulus.
- Kurangnya memahami keilmuan ekonomi islam. Ada banyak faktor yang menjadi alasan mengapa lulusan perbankan syariah enggan untuk melanjutkan karir di lembaga keuangan islam, salah satunya adalah karena mahasiswa tidak sepenuhnya memahami progres keilmuan yang ada. Banyak ditemui mahasiswa yang memiliki IPK relatif tinggi, dengan pencaian nilai yang hampir sempurna dalam berbagaimacam mata kuliah dan herannya mahasiswa dengan IPK tinggi tidak mampu menjelaskan problematika dasar terkait perbankan syariah baik itu SDM maupun pemasaran. Naif jika kita menyamaratakan semuanya, namun tidak dipungkiri bahwa memang ada beberapa mahasiswa yang bisa menyelesaikan problem tersebut. rasa minder tersebut bertambah ketika mahasiswa terjun melakukan PKL. Dalam masa ini, bank secara langsung memberikan beberapa tugas yang harus diselesaikan, dengan kewajiban yang hampir sama dengan karyawan yang lain mahasiswa akan tertantang untuk menjajaki dunia perbankan secara riil. Diwaktu senggang, mahasiswa akan berdiskusi dengan karyawan bank terkait dengan seluk beluk bank syariah, tidak heran jika ada beberapa hal yang berlainan antara teori dan praktik. Pada masa PKL inilah mahasiswa akan menilai dirinya sendiri untuk memberi keputusan apakah atmosfer perbankan syariah ini sesuai dengan jati dirinya atau bahkan justru bertolak belakang. Pengambilan keputusan terkait jenjang karir didasari atas beberapa pengetahuan baru yang lahir dari diskusi dengan praktisi perbankan syariah.
- Proses recruitment dan persaingan pasar. Penulis telah melakukan wawancara dengan salah satu karyawan bagian back office di salah satu bank syariah yogyakarta, untuk mendapatkan posisi yang sekarang, ia harus mengawali karirnya di bagian teller. Sebelumnya, ia mendaftarkan diri untuk mengisi kekosongan SDM di bank syariah dan menunggu panggilan kerja yang lama, ada sekitar 4 bulan lebih untuk menunggu proses seleksi selanjutnya. Ketika diterima maka jenjang karir yang didapatkan tentu harus bertahap mengingat karyawan baru perlu melakukan beberapa tes dan uji kelayakan belum lagi ditambah dengan banyaknya peminat yang ingin bekerja di perbankan syariah, saingannya tidak lagi sesama lulusan perbankan syariah namun semua lulusan program studi asalkan memenuhi persyaratan yang ada. Tidak heran jika kita bersaing dengan lulusan di prodi lain baik umum maupun khusus ekonomi islam. Sebagai lulusan perbankan syariah tentunya menjadi cita-cita jika mampu bekerja di bank syariah, namun melihat banyaknya proses yang harus dilalui ditambah dengan sedikitnya lowongan pekerjaan yang ada menjadikan mahasiswa harus kembali memilih lain dalam bekerja. Karena melihat proses yang ketat, dan persaingan yang semakin luas maka kemungkinan besar mahasiswa akan menaruh melanjutkan bekerja di bank syariah menjadi urutan ke sekian dan lebih memilih bekerja pada sektor lain yang memiliki persentasi lebih besar atau mengembangkan unit usaha mandiri.
Tiga hal inilah yang menjadi alasan mengapa lulusan perbankan syariah enggan untuk melanjutkan jenjang karir di ranah perbankan syariah. Tentu ada berbagai macam pergolakan yang terjadi karena setiap individu memiliki prioritasnya yang berbeda. Solusi bisa dalam tiga hal dari perspektif pihak bank sebagai penerima sumberdaya manusia, pihak fakultas/universitas sebagai pencetak sumberdaya manusia dan pihak mahasiswa sebagai sumberdaya itu sendiri.
Sebagai penerima dan pencari sumber daya manusia, pihak bank harus jeli dalam merekrut calon pekerjanya. Ada banyak sekali pelamar yang siap bekerja di bank syariah. Karena banyaknya pelamar, proses rekrutmen sudah selayaknya diperketat untuk memastikan bahwa orang tersebut benar-benar layak untuk menjadi bagian perbankan syariah. Profil pelamar haruslah menjadi point yang penting, memang dalam hal bekerja secara eksekutor di lapangan semua calon pekerja yang lulus dari prodi apapun dapat dibentuk dengan melakukan pelatihan. Sebagai contoh seorang lulusan sarjana peternakan yang bekerja di bank syariah maka akan mendapatkan pelatihan terkait dengan pemasaran syariah, materi ekonomi islam maupun perbankan syariah. Namun dalam proses bekerja, nilai-nilai syariah untuk mewujudkan sistem dan tatanan perbankan syariah yang sehat dan istiqomah dalam penerapan prinsisp syariah perlu digalakan lagi. Tidak menutup kemungkinan bahwa pelamar yang bukan berasal dari perbankan syariah tidak mempunyai integritas terkait dengan prinsip ekonomi islam namun hadirnya prodi perbankan syariah ditengah polemik kebutuhan pasar kinerja sebagai salah satu jawaban bahwa sumberdaya manusia di bidang perbankan syariah baik itu SDM maupun marketing sudah banyak tersedia. Adanya prioritas utama dari pihak bank untuk menerima sajarana perbankan syariah tentua akan berdampak positif baik dari segi penyerapan sumberdaya manusia atau dari sinergitas antara bank dengan universitas.
Perguruan tinggi atau universitas sebagai pemasok tenaga profesional industri keuangan syariah dalam hal ini perbankan syariah harus sering mengadakan evaluasi dalam hal kurikulum pemberlajaran baik seraca teoritis maupun praktikum. SDM yang mumpuni lahir dari pola pendidikan yang berkualitas dan update terhadap pembaharuan. Pembaharuan ini bisa dilihat dari seperti apa pihak prodi/universitas mengadakan evaluasi terkait dengan terserapnya lulusan perbankan syariah di dunia perbankan sehingga kompetensi lulusan sesuai dengan harapan industri yang siap beroperasi di bisnis syariah. Salah satu penunjang skill mahasiswa adalah dari praktik kerja lapangan. Prosedur PKL dari pihak prodi sudah selayaknya mempunyai MoU dengan beberapa bank yang nantinya bisa menjadi ladang praktik riil mahasiswa. Kebebasan dalam hal mencari tempat PKL memang tidak salah, namun akan lebih efektif jika prodi memantau mahasiswa ketika mereka PKL bukan hanya sekedar meminta laporan hasil ketika mereka selesai melaksanakannya. Pemantauan ini bisa dilakukan melalui dosen pembimbing lapangan (DPL) yang biasanya dibagikan kepada mahasiswa, sehingga ketika proses PKL mahasiswa mengalami kesenjangan antara teori dan praktik atau tidak ditetmpatkan sesuai dengan konsentrasinya, mereka mampu berkonsultasi kepada DPL masing-masing. Proses PKL yang biasanya dilakukan oleh mahasiswa semester 6 menjadi corong utama untuk mempengaruhi akan berkarir dimana setelah lulus nanti, karena darisini lah langkah pertama mahasiswa terjun dalam dunia kerja.
Prodi perbankan syariah hadir atas keresahan dan keinginan untuk membangkitkan ekonomi islam melalui produk perbankan. Mahasiswa diberikan kebebasan ketika mereka ingin mendaftar kuliah untuk menentukan prodi mana yang sangat cocok atau diminati. Pemilihan jurusan atau prodi menjadi tanggungjawab untuk melanjutkannya ke jenjang yang telah cita-citakan walaupun tidak ada kewajiban semua sarjana perbankan syariah harus terjun ke dalam dunia perbankan. Namun, akan sangat ironis sekali jika mahasiswa perbankan syariah tidak mempunyai kesadaran yang cukup untuk berani terjun ke dunia perbankan dengan alasan salah jurusan, tidak menarik, atau bahkan hanya sekedar mengisi waktu luang. Prodi perbankan syariah menjadi prodi yang banyak diminati oleh lulusan menengah keatas, hal ini dibuktikan dari meningkatnya pendaftar dari tahun ke tahun. Melonjaknya peminat prodi perbankan syariah seharusnya menjadi hal yang positif untuk memberikan sumberdaya manusia yang berkompeten untuk memajukan usaha perbankan. Karena puncak kejayaan perbankan syariah menurut penulis bergantung pada kondisi mahasiswa perbankan syariah saat ini. Semakin mahasiswa sadar tentang pentingnya kejayaan ekonomi islam maka tingkat kekritisan dan intelektualitas mahasiswa perbankan syariah akan meningkat.
Selain menerima model pembelajaran dari kurikulum yang ada, mahasiswa perbankan syariah harus senantiasa mengasah softskillnya dalam bidang apapun. Melatih pengembangan problem solving melalui organisasi, memupuk kekritisan bernalar melalui focus grup discustion ataupun mengembangkan minat bakatnya melalui UKM. Bank tidak akan menerima lulusan perbankan syariah yang hanya memanfaatkan nilai IPK saja, namun ketekunan, keuletan, dan proses yang didapat dari tiga atau empat tahun selama perkuliahan tidak heran jika ketika kelulusan pihak fakultas akan memberikan surat pendamping ijasah (SPI) yang biasanya diisi dengan sertifikat yang didapat selama mahasiswa melakukan perkuliahan.
Diusia yang masih muda, perbankan syariah memberikan segudang harapan bagi masyarakat indonesia. Peluang perbankan syariah ke depan sangat besar, mengingat banyak sekali dukungan yang mucul dari regulasi pemerintah hingga mampu diterima oleh masyarakat. Kemajuan dan perkembangan perbankan syariah harus dimulai dari sisi sumberdayanya yang mumpuni melalui hadirnya prodi perbankan syariah di beberapa universitas. Mahasiswa harus mulai mengambil peran untuk kemajuan dan berani mengambil risiko yang ada. Disamping itu, universitas sebagai rumpun akademik penyokong intelektualitas mahasiswa sudah saatnya untuk melakukan terobosan bersama pelaku bisnis syariah agar mahasiswa bisa menjadi lulusan dengan kompetensi kualitas dan kuantitas yang bisa diserap oleh lembaga keuangan islam khususnya perbankan syariah sesuai dengan target marketnya. Jika alumni perbankan syariah belum mampu untuk terjun di dunia perbankan, maka tugas utamanya adalah sebagai promotor pengenalan konsep ekonomi islam di tengah masyarakat, dengan begitu iklim ekonomi islam akan tercipta dengan lingkaran-lingkaran kecil yang di dukung oleh lembaga keuangan yang ada. (23/03/2020)
Pustaka :
“peluang dan tantangan perbankan syariah di indonesia” oleh H.A Khumaidi Ja’far
“konstruksi kompetensi profesional sarjana ekonomi syariah pada lembaga keuangan syariah” oleh Misnen Ardiansyah, Ibnu Qizam dan Joko setyono